TAFSIR PAKAR SOAL “NDASMU ETIK” PRABOWO: IA MEMBELA PELANGGARAN ETIKA!

  


Pernyataan calon presiden Prabowo Subianto, tengah menjadi perbincangan di media sosial X. Dalam video singkat yang beredar viral, Ketua Umum Partai Gerindra itu mengatakan kalimat umpatan "Ndasmu etik", di depan ribuan kadernya di dalam sebuah forum internal partai.

Pakar Ilmu Komunikasi Assoc Prof Edwi Arief Sosiawan mengatakan, secara umum menyampaikan kata "kasar" tidaklah etis dalam komunikasi publik atau diskusi apapun. Menurutnya, etika berbicara dan berdiskusi menuntut penggunaan bahasa yang santun dan menghormati.

Apalagi, bagi mereka yang berasal atau mengenal budaya dari asal kata tersebut. Pada konteks politik atau debat, sebaiknya fokus pada substansi masalah atau perbedaan pendapat dengan argumen yang jelas dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Menggunakan bahasa yang kasar tidak hanya dapat merusak citra pribadi, tetapi juga bisa mengalihkan perhatian dari isu yang sebenarnya,” kata dosen pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta, Senin (18/12/2023).

Ia mengatakan, sebagai tokoh publik atau siapapun yang terlibat dalam diskusi atau perdebatan, penting untuk memelihara etika dan profesionalisme dalam berkomunikasi. Menghormati lawan bicara atau lawan politik adalah langkah penting untuk menciptakan lingkungan diskusi yang sehat dan konstruktif.

Edwi menuturkan, pada satu sisi secara psikologis, pengumpatan atau penggunaan kata-kata kasar seringkali berkaitan dengan berbagai faktor dan dapat memberikan pemahaman tambahan tentang keadaan emosional dan kesehatan mental seseorang.

Seseorang menggunakan kata kasar, biasanya ketika orang tersebut mereka merasa frustrasi, kesal, atau tidak puas dengan suatu situasi atau peristiwa. Pengumpatan dapat menjadi cara untuk melepaskan tekanan emosional selain tentunya sebagai koping ketika seseorang dalam kondisi stress.

Edwi juga mengomentari pernyataan Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad yang mengatakan bahwa yang diucapkan Prabowo hanya merupakan candaan biasa saja dalam acara forum internal partai.

“Dapat dilihat dari dua sisi, secara konteks pendukung maka hal tersebut sebagai bagian dari impression management yaitu tindakan sebagai upaya untuk mempertahankan loyalitas politik dan konsistensi dukungan terhadap partai atau tokoh tersebut,” kata Edwi.

Namun, pada satu sisi, pembelaan terhadap pelanggaran etika menurutnya justru bisa merusak reputasi calon presiden itu sendiri. Hal itu dapat mempengaruhi citra publik dan kepercayaan masyarakat terhadap capres tersebut.

“Selain itu, dapat melemahkan integritas masyarakat sehingga akan ragu terhadap capres yang dimaksud apakah akan mampu memimpin secara adil,” imbuhnya.

Posting Komentar

0 Komentar