DEEP: “ASAM SULFAT” BUKTI KOMUNIKASI DAN WAWASAN GIBRAN SANGAT BURUK!

  


DIREKTUR Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai beberapa kesalahan cawapres dari Prabowo Subianto yakni Gibran Rakabuming Raka merupakan imbas dari ketidakpekaan Gibran terhadap posisinya sebagai cawapres.

"Artinya, Gibran tidak peka dengan statusnya sebagai cawapres yang seharusnya lebih banyak lagi membaca, termasuk mengoreksi naskah dari staf-nya," katanya di di Jakarta, Rabu (6/12).

Sebelumnya, pasangan capres Prabowo Subianto yakni calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka tengah menjadi sorotan setelah salah menyebut istilah asam folat menjadi asam sulfat. Bahkan hal itu terjadi berulang.

Dedi mengungkapkan ada indikasi bukan sekadar salah ucap sebab hal itu tidak terjadi satu kali. "Statement Gibran kalau dilihat terjadi berulang, maka itu bukan kesalahan ucapan, tetapi itu besar kemungkinan hafalan," lanjutnya.

Menurutnya, sikap Gibran yang apa adanya menghafal apa pun yang diberikan, bisa menjadi tanda dari dua persoalan. "Pertama, Gibran memang tidak memperdulikan kualitas dirinya karena meyakini punya perlindungan sebagai putra presiden. Kedua, Gibran optimistis atau sudah mengetahui jika dirinya tetap akan menang meskipun publik mengenali kapasitasnya yang buruk," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nurhayati mengatakan, polemik asam sulfat - asam folat, Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming belum memiliki kecakapan dalam komunikasi publik.

“Iya ini sebenarnya kecerobohan komunikasi publik yang semestinya ada kalkulasi dalam menyampaikan frasa dan diksi kepada publik apalagi ini menyangkut hal yang sangat krusial,” ujar Neni hari ini (6/12). 

Padahal Gibran memiliki tim sukses, tim kampanye maupun riset yang seharusnya mampu mem-backup dia. “Gibran bukan hanya memiliki tim riset tetapi juga tim yang bisa mengelola komunikasi publik agar kesalahan yang fatal tidak kembali terulang,” tegas Neni. 

Karena itu, untuk mendorong peningkatan kapasitas Gibran juga pemenuhan hak masyarakat mendapatkan informasi terhadap paslon yang akan mereka pilih, maka debat cawapres harus dikembalikan. 

“Nah makanya debat cawapres mau tidak mau harus dilakukan mengingat ada urgensi yang kuat bagaimana masyarakat kita juga melihat aspek kapasitas dan kapabilitas calon, sejauh mana juga memahami permasalahan kebangsaan dan dapat menawarkan solusi yang konkrit,” jelas Neni.

Neni kembali menegaskan, bahwa konteks blunder adalah saat Gibran mengomentari masalah stunting, hal yang seharusnya cukup dikuasai sebagai Walikota Solo. 

“Ini kan yang Gibran elaborasi adalah permasalahan stunting yang kita ketahui di Indonesia selalu menjadi masalah yang never ending. Harusnya berbekal pengalaman menjadi walikota Solo selama dua tahun memahami permasalahan ini. Kan jika tidak paham jadi tanya tanya publik soal kualitasnya,” beber Neni.

Selain tidak mengerti substansi, Gibran juga dinilai kurang percaya diri mengeluarkan ide dan gagasan. “Sebab dalam banyak hal Gibran juga tidak berani beradu gagasan dan ide. Ditambah lagi komunikasi publiknya yang cenderung buruk. Ini bisa merusak reputasi pasangan calon dan kualitas Pemilu 2024 ketika beradu gagasan saja tidak berani,” sebut Neni.


Posting Komentar

0 Komentar