Setelah Guntur Romli, Aktivis 92 Juga Keluar Dari PSI!

  


Dua kader Partai Solidaritas Indonesia atau PSI memutuskan mengundurkan diri usai Guntur Romli menyampaikan pernyataan serupa pada Sabtu, 5 Agustus 2023 lalu. Mereka adalah Caleg PSI DPRD DKI Jakarta, Dwi Kundoyo dan Caleg PSI DPRD Kota Bogor, Estugraha.

Pengunduran diri Dwi dan Estu setali tiga uang denga Guntur, yakni karena PSI dituding bermain mata dengan bakal calon presiden Prabowo Subianto. Dwi menjelaskan, sambutan hangat PSI kepada Prabowo telah mencederai semangat dan pandangan perjuangannya selama ini.

Dwi bercerita, dirinya adalah pendiri sekaligus presidium Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta (FKSMJ) pada periode pertama. Ia menyebut organisasi itu merupakan salah satu kekuatan terbesar mahasiswa yang berhasil menjatuhkan pemerintahan otoriter Soeharto.

Kala itu, Dwi menyebut Prabowo mendapatkan banyak privilege melalui praktik KKN. Prabowo, kata dia, juga banyak menikmati pemerintahan korup pada era orde baru.

“Penolakan saya terhadap Probowo Subianto sudah saya mulai sejak menjadi anggota HMI tahun 1992. Saat itu, bersama kawan-kawan seperjuangan tidak henti-henti menyuarakan keadilan, kemanusiaan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Dwi.

Oleh sebab itu, pada Pilpres 2014 dan 2019, Dwi berkukuh menjagokan Joko Widodo alias Jokowi. Selain rekam jejak Jokowi yang baik, Dwi menegaskan dirinya menolak Prabowo jadi pemimpin di Indonesia.

Musababnya, kata dia, Prabowo tak henti-hentinya memainkan isu SARA dengan bergandengan bersama kelompok radikal dan intoleran. Tak hanya itu, Dwi mengatakan Prabowo kerap disebut-sebut sebagai dalang penculikan aktivis 1998.

“Melihat rekam jejak Prabowo menguatkan saya untuk berada dalam posisi melawan, menentang, dan mengambil sikap untuk pergerakan menolak Prabowo memimpin negeri yang berbhineka ini,” kata Dwi.

Senada dengan Dwi, Estugraha alias Egha menilai Prabowo tidak pantas memimpin negeri. Rekam jejak kelam disebut Egha jadi salah satu alasannya menolak Menteri Pertahanan itu jadi RI 1.

“Berpikir Prabowo sebagai alternatif pemimpin saja tidak pantas, apalagi menggelar karpet merah kepadanya,” kata Egha.

Posting Komentar

0 Komentar