ZIARAHI MAKAM RAJA-RAJA DEMAK, GANJAR BELAJAR TOLERANSI DARI RADEN PATAH

  


Dalam menyambut ramadhan Ganjar kembali malaksanakan tradisi Nyadran. Nyadran merupakan tradisi hasil akulturasi Jawa dan Islam. Saat Nyadran, masyarakat biasanya singgah pada makam leluhur untuk mengenal, mengenang, dan mendoakan, sekaligus memetik nilai-nilai kebaikan dari para pendahulu.

Kali ini, Makam raja-raja Demak jadi tempat keenam yang disinggahi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, bersama istrinya, Siti Atikoh. “Selain anggota Walisongo, para raja (yang kami datangi makamnya) itu (dahulu) memegang peran sentral dalam menerapkan tata kehidupan masyarakat yang moderat. Raden Patah, misalnya, merupakan keturunan dari Campa. Meski ada beberapa riwayat yang menyebutkan garis silsilah Raden Patah, tetapi semuanya sama-sama merujuk bahwa asalnya dari negeri seberang,” kata Ganjar.

Ganjar menilai berarti tidak ada permasalahan ataupun perselisihan soal ras. Ganjar juga menilai Raden Patan merupakan sosok yang sempurna untuk soal toleransi. Kolaborasi antara Raja dengan Walisongo itulah yang menurut Ganjar mampu membuat Kerajaan Demak semakin besar dan berkembang.

“Ketika Raden Patah memperjuangkan soal toleransi, maka Raja setelahnya melakukan perjuangan yang sifatnya lebih sektoral. Patiunus, misalnya, kita tahu semua bagaimana beliau sangat luar biasa dalam mengembangkan kemaritiman. Sementara dari Sultan Trenggono, kita bisa belajar banyak hal soal agraria," sambung Ganjar.

Ditambahkan Ganjar, perjuangan sektoral itu makin indah dengan pengawalan Walisongo yang berjuang dalam kestabilan sosial masyarakat lewat pengajaran Islam yang moderat dan saling menghargai. "Artinya, beliau-beliau itu menyebarkan agama tidak cuma melalui mengaji saja, tapi juga ke pemerintahan dan berbagai sektor," ucapnya.

Posting Komentar

0 Komentar