Pemerintah Indonesia benar-benar serius di sektor hilirisasi
pertambangan. Seperti halnya yang dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo
(Jokowi) dalam hal menyetop kegiatan ekspor barang mentah dalam hal ini adalah
nikel ore sebelum dilakukan pengolahan dan pemurnian melalui hilirisasi di
dalam negeri.
Sejatinya memang, kegiatan penyetopan ekspor nikel mentah ini sudah
berlangsung sejak lima atau tujuh tahun yang lalu atau sejak tahun 2015-an.
Nah, dari penyetopan tersebut dan usai ekspor dilakukan dengan syarat melakukan
pengolahan dan pemurnian melalui smelter terlebih dahulu, Indonesia pada tahun
ini mendapatkan untung hingga 18 kali lipat dari sebelum adanya hilirisasi itu.
Ia memaparkan, bahwa perekonomian Indonesia salah satunya didukung
oleh hilirisasi atau industrialisasi bahan mentah seperti nikel.
"Saya berikan satu contoh yang sudah kita setop (ekspornya),
nikel. Pada saat kiita masih ekspor bahan mentah, 5-7 tahun yang lalu nilainya
masih US$ 1,1 miliar, begitu masuk hilirisasi dan stop ekspor, 2021 angkanya
naiknya menjadi US$ 20,8 miliar. Ada peningkatan 18 kali," ungkap Jokowi,
Kamis (18/8/2022).
Dengan adanya peningkatan perolehan ekspor yang mencapai 18 kali
lipat itu, kata Jokowi, hal itulah yang ke depan akan dilakukan oelh barang
tambang lainnya seperti bauksit, timah dan juga lainnya. "Kita harus punya
keberanian (setop ekspor) seperti itu. Meskipun kita digugat Uni Eropa ke WTO.
Itu memang keinginan mereka supaya kita bisa mengekspor barang mentah
kita," jelas Jokowi.
Sementara bagi Indonesia, dengan pelarangan ekspor barang mentah,
dan melakukan kegiatan hilirisasi barang mentah menjadi barang jadi atau
setengah jadi akan meningkatkan nilai tambah ekspor dari Indonesia. Misalnya.
"Kita ingin pendapatan negara lain. Pajak
naik, bea keluar naik, royalti naik. Semuanya yang akan didapatkan oleh negara
kemudian diberiak ke rakyat. Dan hiliriasi yang paling penting adalah lapangan
kerja terbuka sebesar besarnya untuk rakyat. Bukan di sana di luar negeri nilai
tambahnya," tandas Jokowi.
0 Komentar