Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita
mengungkapkan mendapat instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Yaitu,
mendorong hilirisasi industri farmasi berbasis herbal.
Indonesia, ujarnya, diharapkan bisa jadi pemasok obat tradisional
atau obat herbal dunia yang diakui secara ilmiah dan teruji klinik, atau
fitofarmaka. Karena itulah, kata dia, Presiden mengeluarkan arahan
industrialisasi aneka ragam bahan baku alam yang terdapat di Indonesia.
"Indonesia memiliki kekayaan, biodiversity (keanekaragaman
hayati) mencapai 2.800 spesies tanaman obat. Sampai saat ini juga sudah ada
beberapa produk fitofarmaka dari Indonesia yang digunakan di beberapa negara
Eropa, seperti obat diabetes," kata Agus saat Topping Off Ceremony House
of Wellness Fasilitas Produksi Fitofarmaka, di Jakarta, Jumat (19/8/2022).
"Obat diabetes produksi Dexa ini sudah diekspor dan jadi
referensi dokter yang ada di Eropa. Jadi resep obat dokter di Inggris. Kami
ingin ada produk Dexa-Dexa lain yang bisa menyembuhkan diabetes atau penyakit
lain, yang obatnya datang dari Indonesia," tambahnya.
Di sisi lain, Agus memaparkan potensi pasar obat herbal sangat
besar, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Di mana konsumsi obat berbahan alam di dalam negeri diperkirakan
mencapai Rp23 triliun di tahun 2025 mendatang.
Di tingkat global, ujarnya, WHO memprediksi permintaan tanaman
herbal akan terus meningkat mencapai US$5 triliun pada tahun 2050.
"Pasar domestik dan pasar internasional tersaji sangat besar
bagi industri fitofarmaka sekaligus memberikan peluang untuk industri ini
menjadi komoditas andalan di pasar global," katanya
Saat ini, kata Agus, Indonesia baru memiliki 1-2 produk
fitofarmaka asli buatan industri dalam negeri dan diekspor.
"Kita siapkan dulu industrinya agar mereka yakin punya
market," katanya.
Termasuk, kata Agus, menargetkan fitofarmaka bisa masuk dalam
sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memacu serapan di dalam negeri.
"Tahun 2022, pemerintah telah menetapkan Formularium
Fitofarmaka yang mengakomodasi dan jadi acuan penggunaan fitofarmaka dalam
pelayanan kesehatan masyarakat. Sehingga serapan semakin meningkat, sejalan
dengan upaya mendorong Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN)
melalui pengadaan barang yang bersumber dari APBN/ APBD," kata Agus.
House of Welness sendiri dirancang sebagai fasilitas pengolahan
bahan baku alam menjadi simplisia, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka yang
memenugi cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB). Pusat kolaborasi
untuk membangun industri obat berbahan baku alam di Indonesia.
House of Wellnes menempati lahan 3.000 meter per segi dilengkapi
laboratorium quality control (QC), laboratorium pengembangan produk, dan
laboratorium pengujian bahan alam yang terakreditasi ISO 17025.
"Fasilitas ini akan selesai dibangun dan mulai memproduksi
ekstrak bahan alam tahun 2024 dan ditargetkan mampu memproduksi fitofarmaka
tahun 2027," kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri
(BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi.
0 Komentar