Pemerintah Indonesia terus menggenjot pembangunan Ibu Kota Negara (IKN)
Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur.
Kehadiran mega proyek tersebut menghadirkan sejumlah pertanyaan besar di
tengah masyarakat.
Banyak yang menilai pemerintah terlalu ngotot
untuk menjalankan proyek tersebut. Padahal di satu sisi, Indonesia masih berada
dibawah tekanan ekonomi global yang luar biasa.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap sejumlah alasan mengapa pemerintah
terus berupaya untuk merealisasikan pembangunan IKN.
Jokowi menjelaskan, pembangunan IKN sengaja dimulai karena beban yang
ditanggung oleh Pulau Jawa cukup besar. Secara angka, lebih dari setengah
populasi di Indonesia berada di Pulau Jawa.
"Beban di Pulau Jawa sangat berat sekali, 56% populasi Indonesia
ada di Pulau Jawa padahal kita memiliki 17 ribu pulau, satu pulau dibebani 56%
populasi. Kemudian PDB kita 58% ada di Pulau Jawa, terus pemerataannya di
mana?," kata Jokowi, Kamis (18/8/2022).
Menurutnya, pembangunan IKN ini bukan merupakan gagasan baru.
Berdasarkan catatan sejarah, sudah sejak era orde lama atau kepemimpinan
Soekarno wacana pemindahan Ibu Kota Negara sudah bergulir. Bahkan, ketika
memasuki era orde baru rencana tersebut juga sempat bergulir.
"Inikan (Pembangunan IKN) sebuah gagasan lama sudah direncanakan
oleh Bung Karno, kemudian Pak Harto juga ada rencana untuk memindahkan,"
jelas Joko Widodo.
Mengacu pada gagasan Soekarno, IKN awalnya akan dipindahkan ke
Palangkaraya. Namun setelah dilakukan pengecekan dan riset detail, kawasan
tersebut tidak memungkin untuk dibangun IKN.
"Di awal, diputuskan Bung Karno saat itu Palangkaraya. Setelah kita
cek detail di sana, di sana ada problem masalah banjir sehingga dicari
alternatif lain dan ketemu di Penajam Paser Utara Kutai Kartanegara,"
jelasnya.
Tak hanya berbicara dari sisi sejarah. Ia mengatakan, secara regulasi
pembangunan IKN pun sudah siap. Bahkan 93% suara Fraksi yang ada di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung pembangunan IKN.
"Inilah yang kita inginkan yaitu pemerataan. Pertama sudah ada
Undang Undang dan disetujui oleh 93% dari Fraksi DPR," jelasnya.
Agar proyek tersebut dapat berjalan, Jokowi menjelaskan pemerintah telah
memiliki sejumlah skema pembiayaan dimana nantinya 20% akan menggunakan APBN
dan 80% bersumber dari Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta
investasi.
"Yang penting pembiayaan, di dalam rencana 20% dari APBN 80% KPBU
dan investasi. Dan 20% ini pun kan kita membangun tidak tahun ini rampung.
Mungkin 15-20 tahun. Ini sebuah pekerjaan besar dalam jangka panjang. Jangan
dipandang 1 sampai 2 tahun selesai, tidak," jelasnya.
Khusus untuk investasi, ia mengatakan, proyek ini banyak diminati oleh
para investor dari berbagai negara. Bahkan ada sejumlah negara yang sudah
memastikan akan menginvestasikan dananya di proyek tersebut.
"Semua negara tertarik, yang sudah deal Uni Emirat Arab yang akan
konsentrasi di financial center, smart city Korea, pengawas review desain
Jepang ikut masuk. Terakhir Saudi Arabia ingin masuk tapi blok apa bisa saja
pendidikan atau kesehatan, saya kira ini yang terus kita matangkan. Tapi yang
terpenting infrastruktur harus kita mulai terlebih dahulu," katanya.
Jokowi optimistis pembangunan IKN yang akan menelan dana sekitar USD 33
miliar ini bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru. Pasalnya akan ada
capital inflow yang masuk ke proyek tersebut.
"Artinya ini justru menjadi sebuah mesin pertumbuhan ekonomi karena
ada capital inflow di sana selain yang tadi hilirisasi UMKM. Ini akan jadi
sebuah mesin pertumbuhan ekonomi baru, karena akan ada capital inflow masuk ke
IKN ini. Kita berbicaranya jangan APBN terus," jelasnya.
Ia berharap melalui proyek tersebut bisa mewujudkan pemerataan ekonomi
yang merata sehingga kemajuan Indonesia tidak hanya dirasakan di Pulau Jawa
saja, namun daerah lain turut merasakan.
"Kita ingin pemerataan dan Indonesia sentris. Sehingga PDB ekonomi
lebih merata dan infrastru lebih merata dan agar Indonesia ini maju tidak
dirasakan oleh Pulau Jawa saja. Tetapi oleh semua provinsi, kabupaten, dan kota
di luar Pulau Jawa," tutupnya.
0 Komentar