Kebijakan "gas dan rem" Presiden Joko Widodo dinilai membawa keberhasilan bagi Indonesia dalam menjaga daya tahan ekonomi selama pandemi Covid-19 dan di tengah ketidakpastian global. Hal itu dinyatakan oleh Kantor Staf Presiden (KSP).
Tenaga Ahli KSP Edy Priyono
mengatakan bahwa Presiden Jokowi konsisten dalam menjaga keseimbangan antara
penanganan kesehatan dan ekonomi masyarakat.
Keseimbangan kebijakan antara
kesehatan dan ekonomi itu yang dimaksud dengan pendekatan "gas dan
rem".
Meskipun di awal penerapan kebijakan
ini menuai kritik dari berbagai pihak, Edy mengatakan strategi ini berhasil
membawa ekonomi Indonesia pulih dan terus bertumbuh. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada triwulan I 2022 tercatat sebesar 5,01 persen (year on year).
“Sekarang terbukti bahwa strategi
‘gas dan rem’ Presiden Jokowi hasilnya sangat baik. Tidak hanya pada penanganan
pandemi tapi juga pemulihan ekonominya,” kata Edy.
Ketahanan ekonomi Indonesia
tersebut, menurut Edy, telah teruji dan diakui dunia.
Ia mengatakan Direktur Pelaksana
Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva saat bertemu Presiden
Joko Widodo pada Minggu (17/7) menyebut Indonesia dalam situasi yang lebih
baik, yang terlihat dari berbagai indikator ekonomi, seperti pertumbuhan
ekonomi, inflasi, nilai tukar mata uang, neraca pembayaran, kinerja fiskal, dan
moneter.
Menurut Edy, pemerintah juga
konsisten menerapkan upaya dalam mengendalikan inflasi nasional. Meskipun angka
inflasi pada Juni 2022 relatif tinggi dari biasanya yakni mencapai 4,35 persen
(year on year), namun jika dibandingkan dengan banyak negara lain, inflasi
Indonesia masih relatif terkendali.
Pengendalian inflasi, kata Edy,
dilakukan dari dua sisi yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Otoritas
moneter Bank Indonesia (BI) hingga saat ini masih mempertahankan suku bunga
acuan. Namun di sisi lain, BI menaikkan Giro Wajib Minumum (GWM) agar jumlah
uang yang beredar tidak terlalu besar sehingga inflasi lebih terkendali.
Sementara dari sisi fiskal, kata
Edy, pemerintah berusaha untuk mempertahankan harga pangan dan energi di tengah
gejolak harga komoditas global. Upaya itu dilakukan dengan menambah anggaran
subsidi dan kompensasi untuk energi baik Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, dan
LPG.
“Karena kita tahu bahwa kenaikan
harga BBM dan gas bersubsidi akan bisa memicu kenaikan harga berbagai barang dan
jasa yang berimplikasi pada angka inflasi yang lebih tinggi lagi,” kata Edy.
“Pemerintah juga konsisten
melaksanakan program perlindungan social untuk menjaga daya beli kelompok
kurang mampu di tengah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa,” Edy menambahkan.
Ia juga mengatakan pemerintah
berusaha keras untuk menurunkan angka pengangguran dengan stimulus ekonomi dan
meluncurkan berbagai pelatihan untuk memberikan bekal kepada calon pekerja.
“Sejauh ini pertumbuhan ekonomi
berhasil menurunkan angka pengangguran dari 6,49 persen per Agustus 2021,
menjadi 5,83 persen per Februari 2022,” kata Edy.
0 Komentar